Segala puji dan terimakasih hanya untuk Allah—Pengembang,
Pendidik, Pemelihara alam semesta.
--Terjemah Maknawiyah, al-Fatihah (1)/2.
Kata Kunci Puji, terimakasih, Allah
“Ungkapan terindah, kata Rasulullah seperti
direkam oleh Imam Tirmidzi, adalah la
ilaha illallah dan doa terbaik adalah Alhamdulillah.”
Mamik Seni mulai menghangatkan pagi dengan tadarusan, seperti telah
dilaksanakan tiga hari terakhir. “Beberapa hadits dan keterangan mufassir
menjelaskan bahwa al-hamdu lillah
adalah ungkapan pujian dan terimakasih. Memuji Allah berarti mensyukuri-Nya
secara tulus dan murni,” katanya lagi meniru Abu Ja’far Ibnu Jarir. “Al-hamdu lillah atau memuji Allah juga
merupakan cara terbaik berdoa.”
“Memuji memang cara terbaik meminta,” kata
Amang menanggapi. “Seorang anak yang bandel sekalipun akan luluh bila diminta
melakukan sesuatu dengan pujian. Ketika adik saya tidak mau belajar maka saya
bilang, ‘Dede kan anak yang jago. Makannya banyak, apalagi belajarnya—pasti
mau. Kan anak yang rajin.’ Nah setelah itu ia biasanya takluk dan mau belajar.”
“Ibnu Katsir menjelasakan,” lanjut Mamik Seni
tanpa mengomentari tanggapan Amang, “tambahan al (alif dan lam) pada kata hamd
menunjukkan pujian atau terimakasih dalam segala ungkapan dan bentuknya. Maka segala
jenis pujian yang indah, dalam bahasa apapun, layak disematkan kepada Allah. ‘Ya
Allah, bagi-Mu segala jenis pujian. Semuanya milik-Mu. Segala jenis kebaikan
ada pada genggaman-Mu. Semua kembali kepada-Mu,’ sabda Nabi dalam sebuah pujian
kepada Allah.
“Suatu kali Umar berkata kepada Ali, ‘Kita sudah
memahmi makna la ilaha illallah, subhanallah dan allahu akbar. Bagaimana dengan
alhamdulillah?’ Ali menjawab, ‘Alhamdulillah adalah penyataan yang Allah senang
diungkapkan untuk diri-Nya, Allah suka disematkan pada diri-Nya dan senang bila
pernyataan ini diulang-ulangi.’”
“Imam Ibnu Majah mengisahkan berdasarkan riwayat
dari Rasulullah. Seorang hamba Allah berkata, ‘Ya Tuhanku, bagimu segala puji
yang sesuai untuk keagungan wajah-Mu yang Maha Mulia dan kebesaran kekusaan-Mu.’
“Dua malaikat kebingungan. Mereka tidak
mengetahui bagaiman cara mencatat kebaikan atas ucapan hamba tersebut. Lalu
mereka bertanya kepada Allah. ‘Wahai Tuhan kami,’ kata dua Malaikat itu, ‘sungguh
seorang hamba telah mengatakan suatu ungkapan dan kami tidak mengetahui
bagaimana cara mencatat kebaikan dari kata-katanya itu.’
“’Apa yang dikatakan hamba-Ku itu?,’ tanya
Allah, meskipun Dia sungguh sangat tahu apa yang dikatakan hamba-Nya itu.’
“Hamba itu berkata, ‘Ya Tuhanku, bagimu
segala puji yang sesuai untuk keagungan wajah-Mu yang Maha Mulia dan kebesaran
kekusaan-Mu.’
“Lalu Allah memerintahkah kedua malaikat itu,
‘Tulislah seperti apa yang dikatakan hamba-Ku itu sampai ia menemui-Ku kelak,
dan Aku sendiri yang akan menganugrahinya balasan secara langsung.’”
Suasana hening sejenak, lalu Mamik Seni
melanjutkan kata-katanya.
“Apa yang dapat kita ambil dari penjelasan di
atas?” Mami Seni memancing pikiran.
“Saya sekarang faham,” kata Ece memulai
dialog. “Alhamdulillah adalah sebuah penyataan kesaksian bahwa segala jenis
pujian hanya pantas untuk Allah. Dialah satu-satunya yang berhak dipuji. Ketika
seseorang memuji selain-Nya, sesungguhnya dia sedang memuji-Nya. Karena Dialah
yang Maha, yang pada-Nya segala pujian berawal dan berakhir. Tetapi, Mamik, apa
sesungguhnya misi di balik membari pujian ini. Bukankah Allah tidak butuh?”
“Ece yang baik,” jawab Mamik Seni dengan
sesungging senyuman, “jika untuk Allah yang ada hanya pujian, maka ini berarti pengakuan
atas keserba-baikan dan keserba-indahahan Allah pada setiap cipta-Nya. ‘Allah
itu indah dan menyenangi keindahan,’ sabda Nabi SAW.
“Dan, ini yang penting, membawa filosofi alhamdulillah
dalam sikap hidup sehari-hari membuat kita dapat menerima kenyataan hidup, menjalaninya
dengan lebih ringan dan membahagiakan.
“Alhamdulillah mengajari kita untuk meyakini
bahwa apapun yang ada dan terjadi di dunia adalah sesuatu yang baik dan indah.
Tak satupun yang sia-sia. Mâ khalaqta
hadza bâthila. Tak satupun yang Allah ciptakan tak bemakna, cacat, sia-sia.
Semua memiliki kebermaknaannya, fungsinya dalam hidup. Bahkan kehadiran setan
pun memiliki sisi kebermaknaannya sendiri.”
Nakir, Him dan Ece mengernyitkan dahi,
penasaran akan penjelasan selanjutnya.
“Seperti kegagalan yang mengintai, setan adalah
ancaman bagi usaha kita menuju sukses. Adanya kemungkinan gagal membuat kita hati-hati.
Setuju, kan? Kemungkinan gagal memaksa kita untuk lebih cermat dan
mempersiapkan sebaik-baiknya segala hal yang membawa kepada kesuksesan.
“Kegagalan yang mengintai membuat kita tidak
pernah merasa puas dengan apa yang telah kita capai. Ia mendorong seseorang
ingin terus dan terus memperbaiki diri, meningkatakan kualtias yang dimiliki.
Ia adalah penyeimbang antara kepuasan dan keterjagaan akan hari-hari yang masih
panjang dengan berbagai kemungkinannya.”
Him dan Ece terkesima. Tapi baginya kata-kata
di atas terlalu bagus hingga tak bisa langsung dipahami.
“Keberadaan setan membuat kita selalu awas,” Mamik
Seni terus menikmati kata-katanya sendiri, “Ia memacu kita untuk terus
membangun kesadaran diri menjadi manusia seutuhnya. Pada kenyataannya
keberadaan setanlah yang membuat manusia sempurna. Bukankah kesempurnaan penciptaan
manusia karena pada dirinya ada sisi malaikat dan setan?”
Kalimat-kalimat Mamik Seni semakin menggoda
intelektualitas. Ece dan Him pun semakin lama semakin bisa menangkap pesan yang
ada. Sementara Amang sejak tadi sudah merasa nyambung dengan kata-kata Mamik.
“Malaikat bukanlah makhluk yang sempurna
meskipun mereka selalu mensucikan dan memuji Allah,” kata Mamik Seni dengan
suara yang datar namun bertenaga. “Setan tentu juga demikian—bahkan jauh dari
kesempurnaan makhluk. Kesempurnaan manusia tidak pada kemampuannya
menghilangkan sisi setan pada dirinya. Karena memang itu tidak akan pernah
terjadi. Kesempurnaan manusia terletak pada kemampuan dia menjadi pengendali
atas setan dirinya. Dan itulah jihad paling agung. ’Pada setiap manusia ada malaikat
dan setan. Tetapi setan pada diriku telah aku tundukkan,’ kata Nabi SAW seperti
diriwaayatkan oleh Imam Muslim.”
“Mungkin karena itu mengapa kita diminta
menjauhi syetan, bukan membunuhnya,” Amang coba memberi pandangan. “Ini barangkali sesuai dengan nama syetan itu
sendiri yang berarti menjauh atau membuat jauh. Seseorang seharusnya mengambil
jarak dari syetan, dan ibarat seorang petinju, mengambil jarak yang tepat akan
memudahkannya mengontrol jalannya pertandingan. Seperti juga sebuah masalah:
ketika kita berhasil mengambil jarak darinya maka kita tidak akan terbawa dan
membuat kita memiliki kejernihan rasa dan pikir. Dengan begitu kita dapat
mengambil keputusan yang mendekati kebenaran.”
“Itu sudut pandang yang menarik,” kata Mamik Seni,
“Saya kira memang mengambil jarak itu penting. Orang bilang jangan terlalu ke kiri
atau terlalu ke kanan. Tetaplah di tengah. Zero
mind, katanya. Baiklah kita lanjutkan.
“Alhamdulillah juga mengajari kita untuk
selalu berterima kasih. Apapun yang kita alami mengandung sisi baik buat diri
kita atau setidaknya buat selain kita, atau dua-duanya. Setiap kejadian adalah
mata rantai dari siklus kerja alam semesta. Karena itu pastilah ia mengandung
sesuatu yang berguna. Karena ia berguna dan menguntungkan maka tiada lain kita
harus berterimakasi kepada Allah, kepada diri kita sendiri dan kepada seluruh
anggota alam semesta.
“Ya Allah berikan aku kemampuan untuk
menyerap meski hanya setitik debu dari semesta kebaikan dan keindahan diri-Mu.
Aku ingin menjadi khalifah-Mu, agen-Mu, yang dapat memelihara kehidupan bumi dan
alam semesta ini dengan baik.”
Semua mengangkat tangan, lalu dengan khusyu’
mengusapkan tangannya kemuka. Amang agak beda, ia mengusap tangannya tidak
hanya ke muka tapi juga ke dada, perut, tangan dan kakinya.
***
“Pagi ini terasa lebih panjang dari biasanya,”
Mamim Seni melanjutkan. “Kita akan mengambil pelajaran lain dari penggalan kata
rabbu al ‘âlamin dalam ayat ini. Jika
semua ciptaan adalah terpuji, maka alhamdulillâh
mengajari kita untuk selalu memberi pujian. Likullin
maziyyah, setiap kita adalah istimewa sebagaimana setiap ciptaan memiliki
kedudukan khusus. Maka sepantasnyalah
kita bangga terhadap diri sendiri, apapun kondisinya. Tentu, bangga di sini
bukan untuk menyombongkan diri, tapi lebih untuk menumbuhkan kepercayaan diri
dan rasa syukur.
“Hargailah diri sendiri karena Anda adalah
ciptaan Allah yang paling sempurna. Hargai pula orang lain serta seluruh
anggota makhluk—tanah, air, udara, api, tumbuh-tumbuhan, bebatuan, hewan dan
apa saja—karena mereka adalah ciptaan Allah yang istimewa. Menghargai mereka,
misalnya, dengan menjaga dan memeliharanya. Merusak mereka sama dengan merusak
bumi tempat kita tinggal ini. Dan itu berarti kita telah dengan sengaja
menjauhkan diri dari kasih-sayang Allah. ‘Allah tidak akan memberi cinta-Nya
kepada para perusak.’” (5:64, 28:77)
“Kalian dengar kah kata-kata saya? Kok sepi?”
“Mamik, apa arti rabb al-alamin? Maksud saya
apa hubungan antara al-hamdulillâh
dengan rabbil âlamîn?” Nakir mencoba mencairkan suasana.
“Baik. Namun sebelumnya kita amati dulu makna
rabb,” kata Mamik Seni. “Secara
bahasa rabb seakar dengan tarbiyah
(pendidikan), berarti mendidik atau mengembangkan sesuatu secara bertahap
sampai mencapai kesempurnaan. Beberapa penerjemah Quran ke dalam bahasa Inggris
memaknai rabb dengan Lord atau Master (Tuan), Sustainer (Penopang),
Cherisher (Pengasuh), Creator (Pencipta), Educator (Pendidik), Nourisher (Pemelihara), atau Provider (Penyedia).
“Dalam konteks ayat 2 al-Fatihah ini, menurut
al-Ashfahâni dalam kitab beliau Mufradât
alfâdzil Qurân, rabb berarti tuan
atau penguasa (al-mutawalliy) yang memastikan kemaslahatan
makhluk.
“Sementera para mufasir atau penerjemah
Indonesia umumnya memaknainya dengan Tuhan, meskipun dalam penjelasan
tafsirnya, seperti Prof Quraish Shihab, mengungkapkan berbagai makna yang
dikandung dalam kata rabb itu. Hal
ini karena memang kata rabb ketika ia
berdiri sendiri hanya bisa dikaitkan kepada Tuhan. Tetapi ketika dipasangkan
dengan suatu kata, misalnya rabbulbait,
maka ia berarti tuan atau pemilik (rumah).
“Ali Unal, seorang ulama Turki, menjelaskan
tiga makna rabb yang saling
berhubungan: (1) Pengasuh (Upbringer), Pelatih (Trainer),
Penopang (Sustainer), Pemelihara (Nourisher);
(2) Tuan (Lord) dan Yang Menguasai (Master);
dan (3) Dia yang mengarahkan dan mengontrol (He Who directs and
controls).
“Berarti terjemahan yangbanyak beredar selama ini salah, dong?” tanya
Him resah.
“Salah sih tidak. Tetapi memang tidak mewakili apa makna di balik kata
rabb itu sendiri,” jelas Mamik Seni. “Persoalan memang keterbatasan bahasa
kita. Tetapi itu bisa diatasi dengan penjelasan tambahan seperti yang dilakukan
Pak Quraish itu.
“Baik, kita lanjutkan. Alamin sendiri berasal dari kata ‘âlam yang
berarti tanda. Salah satu kata jadiannya adalah alâmah, yang maknanya sama dengan ayah—tanda. Arti lain dari âlam/âlamîn adalah alam semesta, sesuatu selain Tuhan, yang meliputi alam
jasmani dan alam ruhani, fisik dan spiritual, yang berakal dan tidak.
“Secara singkat bisa katakan, sebagai Rabbul âlamîn, maka Allah
adalah pencipta, pengasuh, pemerihara, penjamin, pengembang dari seluruh
makhluk, baik yang tampak maupun tersembunyi, yang hidup atau yang selamat
dianggap benda mati, sperti besi, bebatuan, air dan sebagainya.”
“Saya ingan satu penjelasan dari al-Farra dan
Abu Ubaydah, bahwa âlamîn itu merujuk hanya kepada makhluk yang memiliki intelek,” Ece
menyela.
“Ya, bener, ada pandangan seperti itu dari
al-Farra dan Abu Ubaydah. Karena itu mereka kemudian membatasi makna âlamîn hanya pada manusia, jinn, malaikat dan syetan. Tetapi dengan merujuk
beberapa ayat Quran kita dapati bahwa selain yang empat itu juga termasuk
berakal, meskipun dengan tingkatan yang bebeda dengan manusia. Misalnya al-An’am
ayat 38: ‘Binatang-binatang yang melata dan burung-burung yang terbang dengan
kedua sayapnya tidak lain adalah bangsa seperti kalian juga.’ Dalam an-Naml
ayat 18-19, Quran juga mengisahkan semut-semut yang berkomunikasi: ‘Hai
semut-semut, masuklah ke dalam
sarang-sarang kaliran agar kalian tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya.’
Tentu ini bukan cerita fabel, tetapi benar adanya, karena Nabi Sulaiman—seperti
digambarkan Quran—tersenyum bahkan tertawa mendengar kata-kata semut tersebut.
“Pada ayat selanjutnya bahkan Sulaiman
digambarkan berdialog langsung dengan burung-burung, termasuk dengan burung
Hud-hud yang menjadi informan dan penhubung penting antara beliau dengan
kerajaan Saba.’
“Surat a-Baqarah ayat 74 lebih dramatis lagi.
Batu-batu digambarkan jatuh, tapi bukan sekedar jatuh—ia jatuh mih khasyatillâh, karena takut kepada Allah. Jadi jelas sekali bahwa semua makhluk
itu hidup dan berakal, cerdas, tentu dengan segala tingkatannya.”
“Ya, Mamik. Kita juga bisa melihat itu dari
sikap Nabi,” Amang coba memberi pandangan. “Ketika memasuki Yatsrib (sekarang
Madinah), orang-orang berebut menawarkan tempat tinggal bagi Nabi. Nabi tidak
menolaknya namun dengan penuh simpatik berkata, ‘Biarkan untaku ini yang
menentukan dimana tempat yang akan aku tinggali.’ Dan kita tahu kemudian
Qashwa, unta Nabi itu, memilih bukan dari salah satu tempat yang ditawarkan, tetapi
sebuah tempat yang sekarang menjadi magnet masjid Madinah al-Munawwarah—tempat
beliau dimakamkan.”
“Sebagaimana kepada Qashwa, Nabi
yang mulia prilakuknya itu juga memberi nama hampir semua yang dimiliki,” Amang
menambahkan. “Imam Bukhari dalam beberapa riwayatnya menyebutkan
Nabi memberi nama kuda beliau dengan Luhaif/Lukhaif (Si Peringkik), keledainya dinamai Ufair (Si Cemerlang), untanya yang
lain dinamai Adhbaa (Si Lincah
yang tak terkalahkan), kuda sahabat Abu Thalhah yang pernah beliau naiki dinamai
Mandub (Si Pengarah), dan kuda
sahabat Abu Qatadah dinamai Jaradah
(Si Unggul).
“Bukan
hanya kepada benda hidup, kepada benda yang selama ini disebut mati pun, seperti
pakaian dan pedang, beliau beri nama. Imam at-Tirmidzi
meriwayatkan, Nabi SAW memiliki lima buah pedang dan tujuh baju yang diberi
nama. Pedang warisan ayahandanya dinamai Math-hur (Yang Bersih), dan pedang terkenal yang dihadiahkan
kepada Ali bin Abi Thalib, dinamai Zulfikar,
baju yang sering diriwayatkan dalam berbagai kisah digadaikan ke orang Yahudi
diberi nama Dzatul Fadl (Pemilik
Kemulian), dan baju yang beliau pakai pada perang Uhud dinamai Fiddah (Si Perisai).”
“Terima
kasih, Amang, jazakallah,’ Mamik Seni menanggapi dengan takzim. “Ahli Tafsir
kita, Prof Quraish Shihab, menjelaskan bahwa pemberian nama kepada binatang
atau benda ini adalah salah satu wujud cinta Rasul kepada binatang dan
benda-benda, sebagai wujud penyebaran
Islam yang rahmatan lil alamain. Nama, kata beliau, memberikan kesan
adanya kepribadian, sedangkan kesan itu mengantarkan kepada kesadaran
untuk bersahabat dengan pemilik nama atau yang dinamai.
“Imam Bukhari meriwayatkan beberapa kejadian
yang tidak biasa. Salah satunya ini. ‘Dahulu,’ kata Imam Bukhari, ‘tiang-tiang masjid Nabawi dibuat dari batang pohon kurma. Saat
berkhuthbah Nabi biasanya berdiri pada salah satu batang kurma tersebut. Ketika
telah dibuatkan mimbar dan beliau berkhuthbah dengan berdiri di atasnya, kami
mendengar suara dari batang kayu tersebut bagaikan suara unta yang hampir
beranak. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lalu mendatanginya dan meletakkan
tangannya pada batang kayu tersebut hingga akhirnya batang kayu itu terdiam (Bukhari, No. 3320).’
”Kisah-kisah di atas
sekali lagi bukan isapan jempol, bukan pula fable. Semua adalah nyata dan
diketahui secara lahir oleh para sahabat saat itu. Hal ini menunjukkan adanya kekuatan batin pada benda-benda itu.
Dengan kata lain, benda-benda yang selama ini disebut benda mati sesungguhnya
bukan hanya hidup tetapi juga memiliki kecerdasan.”
Alam adalah Saudara Kembar Manusia
“Amang, terima kasih sekali lagi,” kata Mamik
Seni menunjukkan kekagumannya pada kawannya yang memang dilihatnya suka membaca
ini. “Sebuah wawasan penting yang ente sampaikan tadi semoga menjadi landasan
kita bersikap sopan kepada apa saja yang ada di sekitar kita. Itulah tugas
terpenting kekhalifahan manusia di dunia ini. Dan jangan sampai umat Islam
adalah pihak yang paling ketinggalan mewujudkan prinsip-prinsip ini.
“Baiklah kita kembali kepada pertanyaan Nakir
tadi—tentang hubungan antara alhamdulillah dan rabbil alamin. Mengapa kita
perlu memuji Allah? Karena Dia telah terlalu baik buat manusia dan alam semesta
ini. Allah telah menciptakan suatu system yang membuat semua berjalan begitu
sempurna. Kesempurnaan system itu bahkan dapat dilihat pada diri manusia itu
sendiri.
“Temuan termodern tentang otak manusia,
misalnya, menunjukkan bahwa dengan kapasitas otaknya manusia sungguh hampir
bisa melakukan apa saja. Bahkan hanya dengan kekuatan 10 persen saja dari
keseluruhan potensinya, manusia telah berhasil menciptakan kemajuan teknologi
seperti yang kita rasakan saat ini. Bayangkan jika sisa yang 90 persen bisa termanfaatkan
juga. Apa yang akan terjadi?
“Namun demikian bersamaan dengan kemajua
sangat pesat dalam bidang teknologi ada dampak buruk yang tak terkontrol dan
sangat mengerikan yang terjadi. Salah satu sebabnya adalah karena kerakusan
manusia sehingga mengeksploitasi bumi dengan cara-cara yang tidak ‘manusiawi’.
Manusia tidak menyadari bahwa alam semesta adalah makluk sebagaimana mereka
juga. Kita tahu, dalam kosmologi Islam, manusia adalah insan shagir (manusia kecil, microkosmos,) dan alam semesta adalah insan kabir (manusia besar,
macrokosmos).
“Itu terdengar seolah manusia dan alam itu
bersaudara, adik-kakak.” Him mencoba menerka.
“Perenungan mendalam akan menghantarkan
kepada kesadaran demikian, Him” kata Mamik Seni. “Mereka bukan adik-kakak, tapi
malah saudara kembar. Alam semesta adalah makluk sebagaimana manusia. Semuanya
adalah ciptaan Allah—berasal dariNya, dan akan kembali kepadaNya. Kita semua
adalah milik Tuhan, dan kita semua akan kembali kepada-Nya. Inna lillah wa inna ilaihi rajiun. Jika
demikian, maka sesungguhnya semua makhluk adalah bersaudara dalam penciptaan.
Mereka datang dari “rahim” yang sama. Mereka adalah saudara kembar.
“Maka memahami cara kerja manusia berarti
memahami cara kerja alam semesta. Begitulah kaum sufi meyakini, bahwa ketika
seseorang bisa memahami cara kerja dirinya berarti dia memahami cara kerja alam
semensta. Pernyataan ini senada dengan pendapat ahli otak, seperti yang
disampaikan oleh Tony Buzan, pakar dan pencipta Mindmaping, bahwa otak manusia
itu sangat menakjubkan, kemampuannya hamper tak terbatas. ‘Jika Anda ingin memahami
cara kerja alam semesta, pahamilah cara kerja otak,’ katanya. Otak manusia dan
alam semesta yang sangat luas ini memiliki cara kerja yang sama. Ini sekali
lagit menguatkan bahwa manusia dan alam semesta bersaudara kembar.”
Mamik Seni merasa mendapatkan momentum yang
tepat untuk menyampaikan kegalauannya selama ini. Maka bagai air dari
ketinggian, ia terus saja berbicara.
“Pada tataran yang lebih sakral, manusia dan
alam adalah manifestai-manifestasi ilahiyah. Manusia dan alam semesta adalah
ayat-ayat Allah, tanda-tanda eksistensi Tuhan. ‘Dan Kami tunjukkan tanda-tanda kebesaran Kami di alam semesta dan pada
diri manusia sendiri, hingga terang benderang bagi mereka bahwa Dia adalah
benar andanya? (Fusshilat [41]:53.’
“Bintang-bintang dan berbagai jenis makluk
angkasa selalu bertasbih, sebagai inspirasi agar manusia juga bertasbih
kepadanya. Tanah dan air adalah suci dan mensucikan. Udara, api, cahaya adalah
energi kehidupan. Tumbuh-tumbuhan adalah pena-pena ilahiyah, adalah jantung
yang melaluinya Tuhan menjamin kehidupan kita.
“Jika kepada manusia kita harus saling
menghargai dan saling berterimakasih, maka kepada tanah, udara, api, air,
gunung-gunung, pohon-pohon, hewan-hewan kita juga harus menujukkara rasa hormat
yang sama dan terimakasih yang sama bahkan lebih.
“Mereka yang hidup tanpa menunjukkan rasa
hormat dan terima kasih kepada sesama makhluk bisa jadi ia telah menghianati
kesejatian dirinya sebagai makhluk. Ia mungkin tak pantas hidup di alam semesta
ini. Dan nampaknya itulah yang sedang terjadi. Alam semesta akhrinya dengan
terpaksa mengusirnya dari kehidupan, atau setidaknya membuatnya merasa tidak
nyaman, bahkan sangat menderita.
“Masih adakah alasan bagi kita untuk tidak
membangun sikap saling menghargai sesama anggota semesta ini? Wallahul musta’an, wassalamu’alaikum warah
matullah wabarakatuh.” Mamik Seni menutup tadarusan dengan pertanyaan yang
menggoda pikiran Amang, Nakir, Him dan Ece.
Udara segar dari kokok[1]
Baru yang jernih pelan-pelan menyelinap masuk dari jendela masjid al-Amin
menambah perasaan bersaudara mereka dengan alam. Merekapun diam, ntah karena
selama ini merasa telah bersikap salah terhadap alam, atau baru menyadari
betapa bodohnya mereka selama ini.
Terima kasih, atas pengertian dan empati kalian. Katakan pada yang
lain bahwa aku selalu bisa memberi kesegaran kepada kalian selama kalian juga
tidak menggangguku. Bilang ke mereka untuk mengurangi pemakaian karbon
monoksida-dioksida cs. Bilang juga ke kusir-kusir cidomo agar tidak membiarkan
tai-n-jaran[2]
jatuh berserakan di jalan-jalan. Itu tidak kalah merusaknya: aku menjadi bau
dan membawa penyakit.
Mamik Seni dan Amang cs berbalik ke belakang,
melihat ke langit-langit, mencari sumber suara itu, tapi tak mereka temukan.
Mereka penasaran, bertanya-tanya. Tapi tak lama, mereka berpisah dengan
perasaan tidak menentu.
Istiqlal-Al-Azhar, Jakarta, 22-23 Ramadhan
1424/11-12 Agustus 2012
The best online casino site | Lucky Club
BalasHapusThe best online casino site. The casino site. is a unique site of luckyclub the iGaming scene and has been the favorite for years now. The site is safe and